PANGKALPINANG —Proyek lanjutan pembangunan kolam retensi Bukit Nyatoh/Linggarjati Hulu yang menelan anggaran hampir setengah miliar rupiah kini menuai sorotan tajam. Pasalnya, pekerjaan yang dikerjakan oleh CV. Bintang Graha Lestari melalui satuan kerja Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Pangkalpinang diduga jauh dari standar teknis dan sarat penyimpangan. (02/06/2025)
Fakta di Lapangan: Beton Retak, Lobang Menganga, Curing Diduga Abai
Tim investigasi menemukan sejumlah bukti fisik yang menunjukkan indikasi pekerjaan konstruksi dilakukan secara tidak profesional:
Retakan besar melintang pada permukaan beton.
Adanya lubang/void pada struktur saluran, yang semestinya rapat dan kuat.
Permukaan tidak rata dan kasar, mengindikasikan campuran beton tidak sesuai standar atau proses pengecoran asal-asalan.
Diduga tidak ada proses curing yang memadai**, membuat beton cepat retak dan getas.
“Jika kita bicara konstruksi air, seperti kolam retensi, maka integritas struktur adalah kunci. Kalau baru hitungan bulan sudah retak dan menganga, itu pertanda kuat bahwa konstruksi ini asal-asalan,” ujar salah satu warga sekitar yang menolak disebut namanya.
Nilai Proyek Hampir Setengah Miliar
Berdasarkan dokumen resmi, proyek bernama “Pembangunan Kolam Retensi Bukit Nyatoh / Linggarjati Hulu (Lanjutan)” memiliki nilai kontrak Rp498.999.000,00, dengan serah terima pekerjaan dilakukan pada 18 November 2024.
Namun ironisnya, mutu bangunan tak mencerminkan nilai anggaran. Kondisi ini memicu kecurigaan publik terhadap potensi mark-up anggaran, pengurangan volume material, atau bahkan keterlibatan oknum pengawas.
DPW MABESBARA BABEL: “INI HARUS DIAUDIT FORENSIK!”
Ketua DPW Mabesbara Provinsi Bangka Belitung, Edi Muslim, secara tegas angkat bicara:
“Kami menduga kuat ini adalah proyek yang dikerjakan asal jadi. Retakan dan rongga di beton bukan hanya soal estetika — ini soal keselamatan dan keuangan negara. Proyek ini harus diaudit forensik, termasuk uji kuat tekan beton. Bila ditemukan pelanggaran, kami akan rekomendasikan pelaporan ke APH.”
Lebih lanjut, Edi Muslim menyebut pihaknya akan segera mengirim surat resmi kepada Inspektorat Daerah dan meminta BPK atau lembaga penguji independen melakukan evaluasi teknis.
“Kalau ini dibiarkan, kita membiarkan uang rakyat dikeruk dan kualitas infrastruktur turun. Pangkalpinang harus bebas dari proyek busuk yang hanya memperkaya segelintir pihak,” tandasnya.
Indikasi Dugaan Pelanggaran Regulasi
Hasil penelusuran juga mengarah pada potensi dugaan pelanggaran terhadap sejumlah regulasi, di antaranya:
Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, khususnya Pasal 27-28 terkait pemenuhan spesifikasi teknis.
Permen PUPR No. 14 Tahun 2020 tentang standar teknis pekerjaan konstruksi.
SNI 2847:2019 tentang standar beton struktural — kuat tekan beton minimum tidak terlihat tercapai.
Seruan untuk Transparansi dan Penegakan Hukum
Kasus ini menjadi cermin betapa lemahnya pengawasan proyek di daerah. Di tengah wacana efisiensi APBD dan pemerataan infrastruktur, praktik seperti ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap publik.
Lembaga pengawas, ormas, dan warga setempat kini mendesak:
Uji mutu konstruksi (core drill test atau hammer test)
Audit investigatif oleh Inspektorat Daerah
Pengusutan aliran dana dan volume material
Penegakan hukum jika ditemukan unsur pidana
“Jangan biarkan Pangkalpinang jadi etalase beton busuk yang hanya memperkaya kontraktor culas,” pungkas Edi Muslim, penuh semangat.
Tim Investigasi – Berani Ungkap Fakta
Catatan :
Dewan Pers telah menilai berita tersebut melanggar kode etik jurnalistik dan Pedoman Pemberitaan Media Siber (PPMS)