Lahat, Sumatera Selatan — Ketua DKC Prabowo Lahat, Suratman, bersama Sekretarisnya, Andy, menyerukan agar Presiden Prabowo Subianto segera menginstruksikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung agar turun ke Kabupaten Lahat dan mengusut proyek-proyek di Dinas Pekerjaan Umum (PU) dan Permukiman. Tuntutan itu dilandasi dugaan kuat bahwa ada proyek bernilai fantastis yang berkualitas buruk dan pengawasan minim.
“Kami minta Presiden turun tangan,” kata Andy. “Proyek bernilai ratusan juta bahkan hampir setengah miliar rupiah, tapi kualitas buruk; retak, tanpa pengawas, tenaga kerja tanpa APD — ini bukan hanya soal pemborosan, tapi juga soal integritas dan keselamatan publik.”
Dasar dan Dugaan Penyimpangan
DKC Prabowo Lahat menunjuk beberapa proyek yang diduga tidak memenuhi standar teknis dan administratif:
Pekerja tanpa APD (Alat Pelindung Diri) dalam pengerjaan drainase; tidak ada pengawas lapangan di lokasi.
Tidak adanya papan proyek sebagai sarana transparansi, sehingga masyarakat tidak tahu siapa yang bertanggung jawab, nilai kontrak, atau kapan proyek harus selesai.
Mutu pekerjaan yang terindikasi buruk (retak, pengerjaan tidak rapi), meskipun nilainya tinggi.
Nilai proyek yang disebut-sebut fantastis tersebut melibatkan anggaran ratusan juta hingga hampir setengah miliar rupiah per proyek, untuk pekerjaan yang tidak jelas progres atau hasilnya.
Rujukan Hukum & Regulasi
Tuntutan DKC Prabowo Lahat bukan tanpa pijakan hukum. Beberapa regulasi yang dijadikan dasar:
1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang memberikan kewenangan kepada KPK untuk menyelidiki dan menyidik tindak pidana korupsi, termasuk korupsi yang melibatkan pengadaan barang/jasa publik.
2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, yang memberikan tugas kepada Kejaksaan Agung dalam melakukan penuntutan terhadap tindak pidana di wilayah nasional, dan juga pengawasan terhadap pelaksanaan hukum.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang mengatur mekanisme pengadaan, transparansi, dan akuntabilitas dalam proyek pemerintah.
4. Permen PUPR Nomor 14 Tahun 2020 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi, yang mengatur standar mutu, pengawasan, dan pelaksanaan kontrak jasa konstruksi.
5. Permenaker No. 08 Tahun 2010 tentang Alat Pelindung Diri, yang mewajibkan penyedia proyek menyediakan APD dan memastikan penggunaannya.
Tuntutan Konkret DKC Prabowo
DKC Prabowo Lahat mengemukakan beberapa hal mendesak:
Agar Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, mengeluarkan instruksi resmi agar KPK dan Kejaksaan Agung melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap proyek PU dan Permukiman di Lahat yang diduga bermasalah.
Pemeriksaan terhadap dokumen pengadaan, kontrak, laporan pelaksanaan, termasuk foto lapangan, penggunaan dana, dan mutu pekerjaan.
Audit independen atas seluruh proyek yang mendapat dana publik di Dinas PU dan Permukiman di Lahat — terutama proyek dengan nilai besar dan dugaan pelanggaran administratif, teknis, dan K3.
Penegakan sanksi hukum bila ditemukan korupsi, penyimpangan, atau pelanggaran berat terhadap ketentuan-peraturan (termasuk Peraturan Pengadaan, Alat Pelindung Diri/APD, Standar Teknik, dan K3).
Potensi Dampak Tak Diabaikan
DKC Prabowo mengingatkan bahwa jika tuntutan ini tidak ditindaklanjuti, beberapa dampak serius bisa muncul:
Pemborosan anggaran negara/daerah — uang rakyat bisa hilang tanpa hasil yang nyata.
Turunnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah dan penyelenggara proyek.
Risiko keselamatan kerja dan kesehatan tenaga kerja akibat tidak memakai APD dan pengawasan yang buruk.
Kerusakan fisik proyek yang cepat, menambah beban pemeliharaan di kemudian hari.
DKC Prabowo Lahat berharap agar Presiden Prabowo dan jajaran pusat mendengar dan segera menanggapi seruan ini. “Kalau bukan sekarang, kapan rakyat bisa melihat pemerintahan bersih dan proyek publik benar-benar untuk kepentingan rakyat?” ujar Suratman, Ketua DKC.
Proyek-proyek publik harus bisa dipertanggungjawabkan — dari penggunaan anggaran, mutu pekerjaan, hingga keselamatan dan kesejahteraan pekerja. Era transparansi menuntut semua pihak — kepala dinas, kontraktor, pengawas, serta aparat hukum — untuk bekerja sesuai regulasi dan dengan integritas.